Restaurant di Indonesia vs Restaurant di Irlandia

Waktu berangkat ke Irlandia, saya nggak ngecek berapa rupiahkah 1 euro itu. Jujur saja otak masih mikir 13 ribuan lah ya. Jadinya kalau makan-makan di luar (dan kami selalu makan di luar) suka cuek aja gesek-gesek ATM dan gantian bayar sama Mas G. Tiba-tiba pas cek rekening saya kaget karena 1 Euro itu ternyata udah melonjak hampir 17 ribu, ya ampun kemana aja selama ini?! Setelah itu otak sibuk menghitung dan ternyata satu kali makan di Irlandia itu bisa mencapai 225 ribu, langsung ketawa nyengir pakai berdarah.

Makanan di Irlandia memang sedikit lebih mahal daripada di Jakarta, tapi ada banyak hal yang saya suka kalau makan di restaurant di Irlandia. Yang paling utama sih karena air putih itu gratis udah gratis dikasih es dikasih potongan lemon lagi. Gratis ini dimana-mana lho, dari restaurant Perancis yang super keren, Hotel bintang lima macam Westin, sampai tempat sarapan self-service murah meriah. Bandingkan sama restauran di Indonesia boro-boro kasih air putih gratis, yang ada mereka “merampok pelanggan” dengan menjual air kemasan dengan harga berpuluh kali lipat dari harga wajar. Rekor saya bayar air paling mahal di Jakarta adalah 90 ribu rupiah saja untuk air dalam kemasan sebanyak 330 ml dan ini bukan air kemasan dalam botol kaca dari Eropa ya. Ini air lokal.

Di Indonesia kalau makan di restaurant itu pasti makanannya dicicil. Entah mengapa para chef di Indonesia itu nggak bisa mengeluarkan semua makanan pada saat yang bersamaan. Kayaknya mereka nggak suka kalau ngelihat orang Indonesia makan bebarengan. Pokoknya harus dicicil dan suka-suka ati mereka yang di dapur, kalau perlu meja sebelah yang pesennya belakangan pun makanannya bisa datang lebih dulu. Anehnya lagi banyak restauran di Indonesia yang nggak paham mana makanan pembuka mana makanan utama, sering kali makanan pembuka datang belakangan. Btw, saya pernah sering mengalami kejadian di Warung Pepenero, dimana semua orang sudah makan, bahkan sudah hampir habis, tapi satu orang di antara kami belum dapat makanan. Hela napas panjang.

Setelah makanan di keluarkan, pelayan biasanya datang kembali ke meja kita dan menanyakan apakah semuanya baik-baik saja? Biasanya dalam satu area ada satu pelayan yang melayani dan pelayan ini akan sibuk mengitari area makan untuk mengecek. Di Indonesia, cuma segelintir restauran yang menanyakan hal serupa. Kebanyakan dari mereka malah pura-pura nggak lihat atau sibuk dengan meja yang lain (atau emang beneran sibuk). Di Indonesia juga tak ada sistem  yang jelas tentang pelayan mana yang berurusan dengan meja kita. Kalau kata Abang Mikel, di Indonesia itu ribet, pesen bir aja bisa dilayani enam orang yang berbeda; satu orang catat orderan, satu orang isi gelas bir, satu antar bir, satu orang antar tagihan, satu orang ambil uang pembayaran dan satu orang lain anterin kembalian.

Anyway, Harga makanan di restaurant-restauran di Irlandia relatif sama, kurang lebih berkisar antara 10 – 13 Euro untuk makanan utama, sementara kalau dinner di restaurant yang agak bagus, bisa mencapai 20 Euro. Harga ini emang terkesan mahal tapi porsinya gede banget, bisa buat makan bapak, ibu dan anak. Sekali makan ayam yang disajikan per orang sekitar setengah kilo, belum termasuk kentangnya, seperempat kilo sendiri, sementara sayurnya cuma seiprit. Herannya habis makan saya masih bisa berdiri dan masih bisa jalan beberapa kilometer ke tram.

Saking gedenya porsi makanan di Irlandia, saya sampai kehilangan minat mengemil. Saya juga seringkali nggak minat beli makanan penutup karena udah kadung kekenyangan. Kalaupun pengen makan dessert, saya biasanya  pergi minum teh (yang dimana-mana harganya sama; 2 – 2.5 Euro) dan makan cake, satu potong cake dijual dengan harga 4 – 5 Euroan. Kalau dirupiahkan emang jauh lebih mahal dari cake di Indonesia, tapi yang jelas cake di Irlandia nggak semanis cake di Indonesia. Jadi nggak merasa berdosa lah ya!

Berapa harga pelayanan ciamik ini? Jangan cemas saudara-saudara kalau di Irlandia gak ada namanya biaya terselubung macam service charge yang nggak jelas aturan dan persentasinya (berkisar 5 – 11 %, tergantung restaurantnya), apalagi PPN 10%. Apa yang ditulis itu yang dibayarkan, service charge hanya dikenakan jika datang dalam kelompok besar di atas enam atau delapan orang. Tipping di Irlandia, sama dengan di Indonesia, bukanlah hal yang wajib diberikan. Kalau punya uang kecil silahkan tipping, kalau gak punya ya nggak usah maksa. Urusan pembayaran kalau gesek pun simple, pelayan akan membawa mesin EDC ke meja dan pelanggan pun bisa langsung memasukkan PIN. Nggak perlu repot-repot ke meja kasir kayak di Indonesia!

Kendati Irlandia lebih unggul dalam pelayanan, porsi, dan juga ‘unggul’ dalam hal harga saya masih tetep suka restaurant di Indonesia. Selain karena banyak kejutan yang bikin hidup lebih menarik, tentunya karena harganya lebih murah dengan porsi yang lebih bersahabat. Restaurant favorit saya di Jakarta adalah restaurant Turki bernama Turkuaz di daerah Gunawarman Jakarta Selatan; kalau untuk makanan Indonesia favorit saya Beautika yang menyajikan aneka macam makanan pedas khas Manado.

Apa restaurant favoritmu?

19 thoughts on “Restaurant di Indonesia vs Restaurant di Irlandia

  1. Beautika is my heaven on earth mba ai….hahahaa bcoz aku fans berat makanan manado. Tp harganya juga paling mahal diantara resto manado lainnya.tp udah pasti beautika paling manado banget tastenya. Kalo soal service charge emang males banget deh..

    • Rekomendasi Turkuaz Hummus yang pakai pine nut, sama ada ayam yang (lupa namanya) tapi dia di loyang kecil kayak loyang tapas. Enak dan agak spicy. Cuma harganya untuk ukuran jakarta mahal banget.

  2. Pingback: Soal Makanan :) | Joeyz14

    • Makanan favoritku tempe goreng tapi cuma yang dari Malang ya, dicocol sama kecap cap orang jual sate.

      Aku juga suka kentang goreng tapi kenyang beneran, bukan French fries, terus dikasih merica yang banyak!

  3. Pingback: Persepsi Salah tentang Pub di Irlandia | Ailtje Bini Bule

  4. satu lg yg harus ditambahin mbak. di sana kalau kita complain spt ada rambut di makanan, rasa makanan ga enak, sampe teknik masak yg salah biasanya they took it off from the receipt, jd kita ga usah bayar. customer service always deh.

    nah repotnya kalau model begini diberlakukan di indo, nanti semua org bisa2nya complain jadi2an cuma demi ga bayar, aji mumpung.

    • Disini komplain juga udah mulai ditanggapi Mbak, tergantung tempatnya. Makanannya bisa diganti atau digratisin. Tapi gak semua orang demen komplain; komplain sering diartikan cari ribut.

      • betul kalau di fastfood ga mungkin ya digratisin. yg penting complainnya genuine kr resto yg customer service oriented mereka terima masukan (bagus dan jelek) “feedback is a gift” supaya bisa improve bisnis mereka. rata2 di sini juga cuma kelas restoran (bukan fastfood atw buffet) yang copot menu/ganti menu.

      • Fastfood merek internasional kalau tumpah, piring jatuh pas angkat dari counter ke meja bisa diganti. Tergantung kebaikan mereka. Bakmi GM malah hebat, kalau ngeganti makanan, dia akan tunjukkan makanan lama sama makanan barunya, untuk meyakinkan bahwa dia bener-bener ganti.

        Biasanya yang gak mau ganti itu kalau yang melayani gak punya decision power.

      • kalau disini semua fastfood kalau jatuh pasti diganti walaupun yg jatohin pelanggan. ga usah fastfood, belanjaan aja, kita yg rusakin bisa return ke toko. konsumen adalah raja.

Leave a reply to Ailtje Binibule Cancel reply