Pengalaman Menggunakan Aplikasi Grab Taksi

Sebelum saya memulai tulisan ini ada baiknya kalau dinyatakan dulu bahwa saya nggak lagi buzzing grab taksi. Ini murni pengalaman pribadi sebagai konsumen yang bahagia. Walaupun sebenernya saya nggak nolak kalau dikasih diskon tambahan oleh grab taksi.

Grab taksi adalah applikasi baru  yang bertujuan untuk membuat hidup lebih mudah dengan membantu mencarikan taksi. Dengan aplikasi ini, kita gak perlu repot-repot nungguin taksi di pinggir jalan, cukup pencet-pencet lalu taksi datang ke tempat kita. Nggak ada yang salah dengan nungguin taksi di pinggir jalan sih, tapi di musim hujan begini, mendingan order taksi daripada beresiko terkena percikan air dari mobil yang lewat.

grab

Picture is courtesy of http://www.brandsvietnam.com/

Cara kerja aplikasi ini relatif gampang, kita cukup mengindikasikan dimana lokasi penjemputan dengan menyalakan GPS dan mengindikasikan tujuan kita. Setelah membuat order, aplikasi ini akan mencari pengemudi terdekat di sekitar kita, dari sekitar dua hingga tiga kilometer. Yang menyenangkan, kita bisa lacak dimana posisi taksi dan berapa menit lagi taksi tersebut akan tiba. Grab juga langsung memberikan nama, foto, plat nomor hingga nomor telpon pengemudi. Pengemudi ini bisa dari berbagai perusahaan taksi di Jakarta, selama mereka terdaftar di Grab. Perlu dicatat, grab taksi tak punya armada taksi, mereka hanya punya aplikasi yang disambungkan dengan handphone para pengemudi taksi, dari taksi biasa-biasa hingga taksi premium yang harganya dua kali lipat harga taksi biasa.

Untuk pemesanan grab taksi tidak ada biaya minimal; bahkan saking manjanya saya pernah order taksi yang argonya tak berubah dari buka pintu hingga turun. Pengemudi taksi mau repot-repot menjemput  dan mengantarkan ke jarak yang tak terlalu jauh karena selama masa promo ini para pengemudi mendapatkan insentif 20ribu untuk setiap penjemputan. Konon, bulan November lalu insentif untuk sekali menjemput adalah 30ribu rupiah. Gak heran kalau ada pengemudi taksi yang sudah bisa beli sepeda motor karena rajin mengambil order dari grab.

Pengemudi taksi juga bukan satu-satunya yang dapat insentif. Para pengguna app ini juga bisa mendapatkan diskon 20ribu dengan memasukkan kode “aman” pada setiap pemesanan. Begitu taksi datang, kita tinggal menunjukkan sms, maka pengemudi akan langsung memotong argo sesuai diskon. Pengguna Indosat malah dapat tambahan diskon 30ribu.

Insetif ini sayangnya dimanfaatkan oleh oknum-oknum pengemudi yang cukup cerdas. Menurut beberapa pengemudi taksi yang saya ajak ngobrol, banyak pengemudi yang bikin order palsu. Mereka beli handphone baru, beli beli nomor Indosat (karena Indosat ngasih potongan 30 ribu) dan bikin order palsu beberapa kali dalam sehari.

Sebagai applikasi baru, tentunya banyak kelemahan yang saya temukan. Yang paling menggemaskan adalah cara aplikasi ini menemukan taksi terdekat. Lokasi saya di Gatot Subroto, app ini bisa mencarikan taksi di Monas. Kalau sudah kayak gini terpaksa harus dibatalkan karena lokasinya yang kejauhan.

image

Mesen grab taksi juga penuh dengan kejutan, dikejutkan oleh pengemudi-pengemudi yang tak tahu jalan dan parahnya gak mau nanya, tau-tau ngeloyor nyasar aja. Pengalaman saya, kalau naik taksi kuda putih udah pasti ngomel-ngomel karena emosi jiwa. Buat yang picky macam saya, kalau order bisa diberi catatan untuk tidak dijemput taksi dari perusahaan-perusahaan tertentu. Tapi jangan ngarep naik burung biru ya, karena konon pengemudi burung biru dilarang keras pakai app ini.

Ada lagi yang bikin kesel-kesel gemes, sekarang nyari taksi pakai aplikasi ini susah banget karena (saya duga) penggunanya makin banyak. Kalau lagi hujan-hujan, jangan harap deh bisa nemu taksi. Yang ada handphone hang karena app gak bisa kebuka.

Saya dan teman menduga bagaimana cara Grab mendapatkan dana setelah masa promo habis. Dugaan kami pemesan akan dikenakan biaya sekian persen dari total argo. Mari kita asumsikan bahwa Grab akan mengenakan biaya 7%, berarti ketika argo 100ribu kita harus bayar 7ribu. Tak terlalu mahal, tapi metodologi perhitungannya harus diperjelas, karena sekarang applikasi ini suka bikin estimasi yang ngaco. Dari kos saya ke kantor normalnya 22ribu saja, tapi kalau pakai metodologi app Grab taksi, harganya jadi 50rb hingga 70rb. Kami duga juga akan adacancelation fee biar tamu tidak seenaknya membatalkan; lha tapi kalau taksinya di Monas saya di Gatot Subroto gimana? Dipaksa nunggu gitu? Eh ini dugaan lho ya ga beneran.

Hayo yang berminat cari diskonan taksi silahkan dicoba kode installnya CA6B52!

 

Tjetje

Pengguna Grab yang bahagia

Ramadan in Indonesia

This year, Ramadan-the holy month for Moslem- falls from July to August. For many Moslem, this is the best time to get closer to God. While for beggars, this is the best time for their business. Ramadan in Indonesia are very different than other part of the world, here are the interesting things about Ramadan in Indonesia

1. Traffic

Well, it is not unique, but traffic during Ramadan is dantesque. Working hours in Indonesia are normally cut to seven hours per day because people do not go out for lunch.  During Ramadan, people  leave the office as early as possible to enjoy iftar with the family. This mean, cars are on the road at the same time, heading to the same direction, housing areas outside Jakarta.

2. Early call

People, often children, walk around the neighborhood to wake people up so that they could have their early meals. They will bring any single thing that make noise and wake everyone.  One could also use the voice and screaming on the street to wake people up. This can be useful if those who are observing Ramadan are finding it difficult to wake up early, but for those who have sleeping problem, this can be a big issue.

3. The THR

According the labour law, employers in Indonesia are oblige to give THR, Tunjangan Hari Raya (the holiday allowance) to its staff. The amount is equivalent to one month salary. If employers fail to do so, they will face prosecution. Theoretically, THR is only between employer and employee, but in reality, everyone has to give THR to other people. Here are my THR list this year:

  • A group of security guards in the area; I do not know these people.
  • A group of young people from the Mosque; same as above, I do not know these people.
  • Staff in the kost, who are hired by the landowner; and I am the tenant!
  • My aunt’s helper; she talked to me in sign language (she’s deaf) indicating she wants money. Beside her, my mom’s helper is also on the list as well. She would expect something from me.
  • Contribution box distributed for security and policemen (who are paid by the taxpayer money) in my office.
  • Ketua RT & Ketua RW (the leader in the community) through their assistant.

The spirit of THR is good, to share the fortune with other. But I feel that people are starting to abuse it by begging and forcing other to give. Anyway, look at this official letter from a forum in Jakarta, requesting money:

betawi rempong

Found in social media

4. The beggars

Ever wonder why jalan Pondok Indah or jalan Fatmawati is flooded by beggars? They are pengemis gerobak, the temporary beggars who live in wooden cart during Ramadan. For a month, they will stay in Jakarta, living with their kids on the street and begging for money. They do this simply because the Jakartans are well-known for their generosity. Thanks to that, some kids are now playing around the street until late and missing their classes.

alms

5. Eating in public is punishable?

Everyone should respect people who are observing Ramadan. Gus Dur was the only person who said the other way.  I’ve been so lucky that I’ve never sent on missions to Aceh during Ramadan. However, I lost my lucky charm when I was assigned to Banjarmasin early this July. The city regulates that restaurants, including the one in the hotel must be closed during puasa (from dawn to dusk). I even tried to find restaurant that open in the pecinan (chinatown) but nothing, everyone in Banjarmasin are not allowed to eat during Ramadan. However, in Jakarta, people can eat at anytime. Some restaurant will also give discount during lunch time; and of course the restaurant’s windows will be covered by curtain to protect those who are fasting.

6. Crowded Restaurant

Ramadan brings old friends back to catch up (and gossiping) over dinner, this tradition known as buka bersama. People start to have this dinner together in the second to the last week of Ramadan. Malls are usually crowded, while mosque started to be less attractive. Restaurants are usually fully booked, some even refused reservation and oblige its patrons to walk-in. Smart Indonesian will start to come at 4.30 pm, an hour and a half before the time to break the fast. If you happen to have a craving for something, please make sure it is earlier than 4.30 pm!

Ramadan in Indonesia is indeed different from other part of the world, but the spirit of Ramadan remains the same, to observe the religion’s duties and to be closer with family and friends. So Ramadan Mubarak everyone, I hope you are having a good one!

Susahnya Lebaran Tanpa Pedagang Kaki Lima

Tahun ini, untuk pertama kalinya saya tidak ikut arus mudik dan menikmati liburan panjang. Saya memutuskan untuk berada di Jakarta saja pada saat lebaran. Sebenarnya ini terpaksa, karena sebagai pegawai baru saya belum boleh cuti. Jadilah ketika semua orang sibuk berkumpul dengan keluarga atau berlibur, saya bekerja.

Salah satu hal positif dari lebaran di Jakarta adalah jalanannya yang lengang. Sungguh indah. Hanya diperlukan waktu kurang dari 10 untuk mencapai kantor, tapi perlu setidaknya 15 menit untuk menunggu taksi. Menurut pengemudi Bluebird, hanya 30% pengemudi yang aktif, sisanya mudik. Tak heran taksi begitu susah didapat. Transjakarta juga mendadak menjadi nyaman, kosong tanpa antrian mengular, bahkan bisa tidur-tiduran, kalau diizinkan dan kalau tidak malu. Abang Kopaja yang biasanya galak suka maksa orang segera loncat dari bis juga menjadi baik, saat lebaran ini mereka nggak teriak-teriak maksa turun, berhenti dengan sabar menunggu turun. Mendadak, Jakarta menjadi menyenangkan.

Yang indah pada saat lebaran ternyata hanya jalanan yang kosong dan transportasi yang nyaman, karena urusan perut bagi saya sungguh menyiksa. Sebagian besar warung tidak buka. Di dekat kos saya hanya ada warung Padang (tapi medhok) yang buka. Terpaksa selama Lebaran in saya bikin moto “Padang lagi Padang lagi”. Masak indomie tak mungkin (karena saya sedang berpuasa tak makan indomie), makan pasta bosan, makan sardin kaleng apalagi. Ketika malam takbiran saya pun kembali lagi ke warung Padang dekat kos yang hampir sold out. Makanan yang tersisa hanya rendang dan ayam gulai. Berhubung saya nggak makan sapi, makan opsi satu-satunya adalah ayam gulai. Begitu melihat kondisi ayam yang sudah dimasukkan ke dalam kantong plastik hitam napsu makan nasi pun hilang. Gila ya ini urusan kebersihan sungguh tak diperhatikan. Pantesan orang-orang bisa mudah sakit perut kalau makan di warung. 

Saya pun pindah ke Indomaret yang terletak tak jauh dari kos. Indomaret ternyata dipenuhi tukang belanja dadakan, anak-anak kecil yang lagi banyak uangnya karena THR. Ada juga Ibu-ibu yang lagi mencari hidangan untuk lebaran sambil sibuk berdiskusi tentang mahalnya harga di Indomaret. Saya yang berniat mengganjal perut dengan roti batal belanja karena antrian yang mengular panjang.

Satu-satunya pilihan tersisa adalah makan KFC, untungnya tahun ini saya tak puasa KFC. KFC pun sama-sama menguji kesabaran saya. Tiga kali mengulang pesanan, tapi ketika konfirmasi, orderan saya salah. Menurut outlet KFC ketika musim mudik seperti ini wajar pelayanan jadi kurang maksimal karena operator tembak. Seperti supir taksi tembak, operator ini hanya mengisi kekosongan posisi selama musim liburan. Tak heran banyak orderan yang pada hari itu salah karena mereka tidak seprofesional operator biasanya. Saya terpaksa makan KFC selama dua hari berturut-turut sementara banyak orang menikmati makanan lebaran yang enak. Ah sudahlah.

Hari ini, hari H lebaran, setelah berjalan beberapa meter dan menemukan warteg yang buka. Duh melihat warteg buka itu rasanya seperti melihat air di padang pasir (walaupun saya belum pernah ke padang pasir). Menunya gak banyak, tapi setidaknya ada telur dadar dan nasi. Cukuplah. Eh kok pas sampai kos kertas pembungkusnya berminyak, ternyata si telur dadar bermandikan minyak. Buyar sudah rencana makan, langsung gak napsu.

Kalau sudah begini cuma bisa teriak-teriak, wahai 8 juta pemudik yang sekarang lagi makan opor ayam dan ketupat, cepatlah kembali ke Jakarta. Saya merindukanmu abang nasi goreng, abang mie ayam dan abang siomay. Biarpun kalian semua sering bikin perut saya sakit karena tidak higienis, tapi jasa kalian di saat seperti ini sungguh diperlukan. Ayo Abang-abang pedagang makanan cepat kembali dong! Bawa sodara-sodaranya gak papa, yang penting saya bisa jajan lagi. 



Hidup jajanan Jakarta!

xx,
Tjetje