Tadinya, saya akan diajak ke sebuah pulau cantik, tapi karena kami tak menemukan dermaga keberangkatan (dan baru ketemu saat kembali), kami secara random pergi ke pulau Cheung Chau di Hong Kong. Pulau ini bisa ditempuh dengan kapal cepat selama 20 menit saja. Soal ongkos jangan tanya karena kami hanya nempel-nempelin Octopus Card, kartu ajaib Hong Kong yang bisa dipakai buat bayar hampir apa saja.
Pulau kecil ini lumayan cantik dengan pasir pantai yang besar layaknya di Lombok. Pasarnya dipenuni dengan ikan kering dan ikan asin hasil tangkapan para nelayan. Saya ini penggemar toilet publik, jadi begitu nemu toilet saya pun langsung masuk dan toiletnya bersih sodara-sodara. Bangsa yang beradab, buat saya adalah bangsa yang tahu bagaimana merawat toiletnya. Toiletnya kering, dilengkapi dengan tisu, nggak bau pesing dan flushnya pakai kaki, cukup injak pedalnya. Toilet untuk penyandang disabilitas juga tersedia lho. Rupanya ada mekanisme kontrol dari masyarakat untuk memonitor pelayanan yang diberikan kontraktor toilet dan ajakan itu ditempelkan di dalam toilet.
Kami tadinya berjalan berkeliling hingga menemukan persewaan sepeda, lalu menyusuri pulau kecil ini dengan sepeda sewaan. Nyewa sepeda dibandrol dengan harga 20 HKD per jamnya, tapi perlu ninggal uang jaminan 100 HKD (sekitar 150ribu rupiah). Alat transportasi utama di pulau ini rupanya sepeda, tapi dilarang berboncengan, entah mengapa. Mungkin potensi jatuh, apalagi ketiup angin lebih gede ketika boncengan. Kalau nekat boncengan bisa didenda hingga 2000 HKD. Sadis!
Satu hal lagi yang saya perhatikan, orang Hong Kong itu kalau kemana-mana suka bawa koper gede. Entah apa isinya, tapi dari Ngo Ping sampai restaurant top kami selalu menemukan orang yang bawa koper. Ada seorang bapak yang saya tengok bawa koper besar berisikan tabung oksigen dan si Bapak juga bernapas pakai kabel oksigen yang disambungkan dengan kopernya. Misteri isi koper lainnya hanya Tuhan dan sang pemilik koper yang tahu.
Makanan di pulau Cheng Chau tidak terlalu “murah”, kami membayar 100 HKD sekitar 120 ribu rupiah untuk makan siang berdua di warung biasa-biasa saja. Uniknya jus jeruknya asli jeruk, saking aslinya itu cuma jeruk yang dikupas lalu dicacah ke dalam gelas. Jadi minumnya pakai usaha karena nyari cairan. Seperti dibanyak tempat di Hong Kong, makanan halal susah ditemukan. Untungnya sapi juga tak banyak dilibatkan dalam menu makanan Hong Kong, jadi saya yang tak makan sapi pun bahagia.
Pulau ini bisa di jelajah dalam waktu singkat dan bisa langsung pulang hari. Kami kembali sekitar pukul 4 sore dengan feri lambat yang memakan waktu 40 menit. Worth the visit, lumayan cari angin segar, sebelum malamnya demam tinggi karena DBD.
Gimana ada yang berminat mengunjungi pulau kecil ini?
Salut deh toiletnya bersih.
Dan ini ‘cuma’ pulau kecil tapi toilet bersih.
Japanese staff di tempat kerjaku dulu juga sering lho kemana-mana bawa tas kopernya tebel. Biasanya sih isinya pakaian, toiletries, dan laptop. Dan setelah saya perhatikan saat jalan bareng, ternyata masih banyak rongga-nya, alias kosong. Lha kalo biz trip cuma sehari, tapi bawaannya tas tebel.
Ooo.. ini pas perjalanan sebelum kena DBD ya, yang katanya sampai kena masalah dengan penglihatan yang cuma sampai 50cm itu. Maaf, saya belum sempat ninggalin komen di jurnal pengalaman DBD itu karena saat itu lagi dalam perjalanan.
Saya respect dengan kebijakan dilarang merokok di pasar
Iya, hawanya lebih bersih. Biarpun mereka judes tapi kalau hidup jauh dari asap rokok rasanya ayem.
Ohhh jadi misteri koper I tu isinya itu tho.
besok aku ke hongkong transit sehari Ai, gak tau deh kalo sempet jadi pengen nyoba hahaha
Kalau dari bandara mah mending ke Ngo Ping 360. Jangan makan ebi burger nya McD ya, nggak enak!!
ishh di hongkong masak masih harus makan Mc’D hahaha. sebenarnya cuman transit doang sih tapi si Matt karena belon pernah ke hongkong jadi yah paling ngiter2 yang deket bandara/hotel aja kali ya Ai 🙂
Aku makan di Bandara, nunggu Gary datang. Pengen tahun rasanya dan males makan yang ga jelas. taunya berantakan.
Pingback: How to Purchase a Husband in Hong Kong | Ailtje Bini Bule
Pingback: How to Buy a Husband in Hong Kong | Ailtje Bini Bule