Kalau menurut buku “Why Asians Are Less Creative Than Westerner”, orang Asia itu cenderung malu bertanya jadi kurang kreatif. Malu bertanya memang bagian dari kebudayaan dan kebiasaan kita. Ada, mungkin banyak, yang menganggap rajin bertanya berarti tak paham dan kurang cerdas. Dalam urusan scientific memang kita cenderung malas bertanya, takut jadi bahan tertawaan. Konon karena pola pendidikan inilah orang Asia lebih sering dapat medali olimpiade fisika, ketimbang dapat Nobel. Fisika cukup dengan menghapal rumus (cmiiw), sementara Nobel menuntut pemikiran kritis yang memunculkan banyak pertanyaan.
Sebaliknya dalam urusan sosial, bertanya menjadi bagian yang paling digemari; kalau bahasa saya sih orang kita juara. Pertanyaan-pertanyaan yang gak jelas manfaatnya banyak ditanyakan orang. Orientasi seksual contohnya. Orang suka banget bertanya apakah si X gay atau bukan. Orientasi seksual bukanlah suatu hal yang bersifat pribadi dan tidak perlu ditutup-tutupi. Tapi, mengutarakan orientasi seksual di negeri ini beresiko, beresiko didiskriminasi dan dikucilkan. Jika ada orang yang bertanya atau bahkan berkomentar tentang orientasi seksual orang lain, saya akan bertanya balik: Emang kenapa? Dan seringkali dijawab, ya gak papa sih. Kalau gak papa dan gak penting kenapa nanya? Palingan kan mau bisik-bisik yang menyayangkan ganteng-ganteng kok gay? Please deh, they were born that way. Terus mau menghakimi mereka sebagai pendosa. Lupa ya kalau kita sendiri juga pendosa?
Ketika bertemu transjender, orang juga suka nanya apakah mereka sudah operasi atau belum. Ya kali, mereka aja gak pernah nanya bentuk alat kelamin kita kok kita lancang menanyakan bentuk alat kelamin mereka. Soal kelamin, seorang istri WNA yang rajin baca blog ini pernah ditanyain masalah suaminya sunat atau belum. Nggak cukup dengan sudah sunat atau belum, orang juga banyak yang nanya masalah ukuran, besar ya? Hah disangka kita perempuan suka ngebanding-bandingin besar terong di toko A dengan warung B apa? Gimana coba tahunya terong A lebih besar dari terong B? Pakai penggaris atau dijajarkan untuk diobservasi? Edan! Orang yang nanya gini sih baiknya dijawab, besar banget, jauh lebih besar dari punya pasangan anda, saya sudah buktikan. Daya nakal deh
Saya sendiri pernah menerima pertanyaan ajaib tentang keperawanan, bukan dari pasangan saya tapi dari orang lain. Kalau pasangan saya yang menanyakan itu wajar karena kami memiliki hubungan, lha tapi kalau orang lain yang nanya, mau ngapain coba? Emangnya saya ini calon istri perwira apa pakai ditanya-tanya? (catatan : di Indonesia calon istri perwira wajib hukumnya mengikuti tes keperawanan).
Pertanyaan mengenai saya dan pasangan tidur bersama juga pernah ditanyakan kepada saya. Kalau dijawab belum, akan ditimpali dengan ‘ooooo’, tapi gak akan percaya. Masak pacaran sama bule gak pernah diapa-apain? Sementara kalau dijawab sudah tidur bersama saya yakin akan dilanjutkan dengan pertanyaan bagaimana rasanya, bagaimana posenya, dan bagaimana-bagaimana lainnya. Tentunya, detail ini kemudian akan beredar kemana-mana, lengkap dengan bumbu yang super pedas.
Nah itu tadi urusan kelamin dan ranjang, urusan keuangan juga sering ditanyakan. Bertanya gaji, tak cuma gaji saya tapi juga gaji pasangan. Mirip konsultan pajak yang akan menghitung Pph 21. Tak cuma gaji, hadiah natal saya pernah ada yang memperkirakan berapa harganya. Bahkan, ketika saya dilamar, pertanyaan tentang jenis batu di cincin serta ukuran batu juga diungkapkan (demi mengkonfirmasi ketidaknyamanan, situs2 etika saya jelajah). Lalu jika cincin saya tak berbatu, atau malah batu kerikil mau diapakan? Diberi cincin oleh pasangan itu bukan masalah hati, tapi simbolisasi bahwa kami berkomitmen untuk serius dan maju ke jenjang selanjutnya. Eh kalau pengen puas nilai-nilai perhiasaan orang, kerja di pegadaian aja gih!
Basa-basi itu penting, tapi etika, sopan santun dan penghormatan privacy orang lain juga tak kalah pentingnya. Mari berbenah diri dan belajar untuk menjadi individu yang lebih baik, stop nanya-nanya yang gak penting.
xx,Tjetje
Wow! Langsung ditulis ^^ Mau aku lanjutin sekalian ya. Bener banget, setelah pertanyaan sunat, lanjutannya adalah menanyakan ukuran. Aku sampe sering bengong lho kalo mereka nanya. Kalau suamiku sunat atau belum ngaruh gitu ya dikehidupan mereka. Trus kalo aku jawab ukuran suamiku, guna gitu buat banding2in sama ukuran mereka, atau pasangan mereka? *pasang lakban dimulut yang nanya
Satu lagi pertanyaan paling rese setelah sunat “Suami kamu sholat ga?” Ini maunya orang2 apa ya nanya sampe ke urusan Agama. Dan yang paling bikin urut dada adalah yang suka basa basi busuk itu teman-teman dan sodara-sodara yang tingkat pendidikannya tinggi lho. Ga singkron ternyata antara otak terpelajar dan mulut barbar
Nyamber, salam kenal ya Deni😄 yg soal shalat aku juga sering ditanyain. Kadang2 jadi bingung jawabnya secara aku juga gak nanya2 suami udah shalat apa belon hehehe
Iya kemaren weekend di tulis, untuk bahan refleksi. Sebenernya ada aturan ga sih dalam agama untuk menanyakan atau mengingatkan orang lain untuk sunat atau untuk sholat?
Kalo di Kristen yg aku anut mbak Ai, sunat itu anjuran (ga wajib) krn demi kesehatan aja.. Biar ga jorok gitu.. Adek2ku sunat semua krn mama perawat, beliau memang mengedepankan kesehatan dan kebersihan.
Soalnya di aku diajarin lebih baik sunat hati drpd sunat fisik. Maksudnya lebih sering introspeksi diri aja dulu, drpd liat2 keadaan org lain. Walaupun faktanya penganutnya ada yg #terKEPO kya begini juga sih 😆 puji Tuhan di gerejaku menekankan sunat hati.
Suka deh dengan konsep sunat hati!
Pertama tentang sholat : Menurut apa yang aku pahami, belajar agama itu adalah proses. Seorang muallaf seperti layaknya seorang bayi. Ada tahapan-tahapan yang harus dilalui sampai bisa berjalan sampai berlari. Agama itu datangnya dari hati. Dan memang, Istri diharapkan membimbing dan mendampingi.
Kedua tentang khitan : Khitan dalam Islam termasuk fitrah, yang merupakan sunnah ajaran agama para Nabi. Ada 2 pendapat yang bertentangan tentang sunat pada laki-laki, mewajibkan dan sunnah. Balik lagi, Tujuan sunat lebih kepada kesehatan. Jadi balik lagi, menurutku, sunat atau nggak selama dia bisa menjaga kebersihan, sunat menjadi sebuah pilihan 🙂
mbak ail, apa pendapat mbak soal sebagian kaum PLU yg berpendapat bhw cwo gay yg nikah dgn cwe trus kemudian selingkuh sm cwo itu ga patut disalahin krn sbnrnya yg salah itu adl masyarakat yg menuntut mereka untuk jd ‘normal’?
Tekanan masyarakat supaya pria gay menikah dengan perempuan besar banget. Sempat ada ide di kalangan lesbian, aku baca, untuk kawin dengan gay. Biar mereka aman dari tekanan. Tapi ya apa itu solusinya?
Masyarakat kita masih banyak yang menganggap LGBT sebagai penyakit, padahal dokter mana yang bisa menemukan virus/bakterinya. Perlu pencerahan bagi masyarakat. Terus nanti tabrakan pula sama agama 😦
iya sih mbak, tp kan kalo dia udah nikah sm cwe yg ga tau apa2 trus selingkuh itu sama aja nyengsarain orang lain. dan kalo ketahuan jg malah bikin masyarakat makin yakin kalo gay itu jelek semua, ga ada bagus2nya pisan.
ga sopan banget ya orang – orang yang sering nanya begini -,-
Dan mereka ga sadar kalau ga sopan. Dianggap normal aja.
Mungkin harus ada yg jawab secara tegas kalo itu ga sopan kali ya mba.
Iya, harus ada yang mengingatkan, walaupun mengingatkan orang itu beresiko dituduh sombong.
Setuju mba, yg ngingetin dianggap nyebelin dan galak pastinya ya. Serba salah hehe
worse thing, orang2 yang suka nanya begini ini kadang “kurang sadar” kalau pertanyaannya nggak sopan dan merasa ini cuman bagian dari norma, norma keingintahuannya mereka 😦
Ga ada yang ngingetin atau ‘ngehus-husin’ jadi bablas deh.
asli ga sopan yah yg tanya2 mslh pribadi n sensitif begitu 😦
haha kebayang ekspresi kak Ailtje kalo ditanya yg aneh2 begitu.. harus lgsg digalakin kayanya 😆
Kadang suka aku ketawain di depan mereka, besok2 mau aku balik. Menanti banget ada yang nanya soal ukuran, biar bisa tanya balik soal kekecilan pasangannya. Nakal ya?
Huahahaha
Ya ampun soal ukuran pun ditanyain. Tapi emang sebagian masyarakat indonesia itu keterlaluan kepo-nya. Marshanda lepas jilbab aja diungkit-ungkit. Itu kan masalah pribadi. Artis pindah agama aja masuk berita di koran…seperti gak ada berita lain aja.
Hahahaha terong xD
Soal sunat, sholat, puasa juga pernah ditanya sih. Ga sering, ada untungnya juga aku terkenal antisosial dan misterius (aku sih ngerasa biasa aja).
Inget jawaban temen klo ditanya yg aneh aneh, dia cantik, Karir kerja di Indonesia bagus trus dari keluarga kayak pula, Tiba tiba pindah ke belanda en nikah ama bule yg umurnya jauh di atas dia. Kata dia banyak temen di Indonesia terkaget kaget dan pertanyaan aneh banyak bermunculan, setiap ada pertanyaan nyebelin dia langsung suka jawab…. Aku nikah ama si A karena anunya gede. Dah selesei, denger jawaban gitu yg nanya langsung tutup mulut katanya….😁
Hahaha pinter banget temennya!
Mba maaf numpang ketawa disini, skak mat banget jawabnya, sip 😀
menanyakan dn mengingatkan tentang sholat itu wajib lho. apalagi seorang istri, dr suami mualaf, kl bisa mengajari dn membimbing suaminya sejauh keilmuan yg dia punya. kl ga bisa boleh dipanggilkan orang yg lebih ahli(ulama/guru ngaji). jd Islamnya ga cuma modal 2 kalimat syahadat doang.
Yang nanya istri ke suami atau tetangga dan orang2 lain juga wajib nanya?
Hahahahha ngakak bacanya..
Memangnya suka ditanyain ukuran?? Baru tau hehehe
Dannn begimana caranya tes keperawanan? Kalau pas dites hasilnya uda engga, jadi calon istri perwira engga jadi nikah bgtu? 😀
Ukuran gede itu suka ditanyakan sambil becanda. Di tes sama dokter. Katanya kalau ga perawan masih tetep boleh kawin tapi nanti ada catatannya
Tapi apakah perwiranya dites keperjakaannya? Hihihihi… Numpang ngakak dulu di mari…
Nggak di tes, sexist ya!
Banget… Hahahaha… In this world who men rule! 🙂
Lagian ngetes keperjakaan apakah sudah ditemukan metode yang cucok ya?
Nggak ada metodenya sih tapi mungkin bisa di tes penyakit menular nya. LOL
Kalo begitu yang selalu teridentifikasi ya penyakit influenza… hahaha… Iya kalo dianya pecah perjaka ke yang penyakitan, kalo dia pake selimut (baca k.o.n.d.o.m) gimana juga ya? Makanya susah… Hayo hayo, mbak buat riset gih, biar bisa menangin nobel… Hihihi…
Hush, kita kok jadi topik ini ya?
yg sering nanyain shalat malah emak saya, karena suami saya juga muallaf,,,jadi harus sering2 di ingatkan,, 🙂
Gimana dengan pertanyaan sunat, sering ada yang nanya gak?
gak ada yg pernah nanya, kayaknya orang juga udah pada tau deh, kalo muallaf ya sudah pasti harus sunat kan? pengalaman saya sih saat suami saya akan menjadi muallaf di mesjidnya minta dicek dulu apa bener udah sunat atau belum, jadi gak mungkin orang muallaf tapi belom sunat,*menurut saya sih*,,hehe
Kenalanku ada yang kawin dengan pria, di Islam kan dan nggak perlu di sunat. Baru sunat beberapa bulan kemudian. Pernyataan orang ke dia lebih brutal lagi, enak mana sebelum disunat apa sesudah disunat?
astaga,,ada yg nanya gitu?ya ampyuun,,,ampe segitunya ya,,,
oh ya?gak perlu di sunnat sebekum jadi muallaf?kalo di salah satu mesjid di jakarta tempat suami saya muallaf kemaren di tanyain loh udah sunnat apa belom, walaupun udah ada surat bukti dari dokter yg khitan tetep aja mereka minta di periksa lagi sama mereka,,,
Ya ampun harus buka celana dan pamer dong 😦
Nimbrung. Ketika proses muallaf, tidak ada pertanyaan sama sekali tentang sudah sunat atau belum kepada suami dari pihak KUA *iya, muallafnya di KUA H-4. Prosesnya mudah, dan cepat. Kok aku kurang sreg ya kalau sampai ada periksa area pribadi. Itu kan privasi. On my humble opinion
Sudah sunat atau belum diperiksa secara fisik di mesjid, malah sebelumnya bapak mertua saya memeriksa juga, saya tidak punya bukti sunat di dokter karena jaman sunat itu SD, dan pernyataan bapak mertua saya juga tidak didengar, jadi saya harus menunjukannya. Kasihan istri saya jadi orang kedua yang melihat kelamin saya. wkwkwk
Oiya, denger2 sih di mesjid itu sebelumnya ada beberapa muallaf, yang diperiksa itu yang muka oriental, atau bule, sisanya tidak.
Ckckckckck….
biasanya yg nanya kek gitu justru orang yg ketemu baru sekali, gak kenal gak deket.
Basa-basi busuk tuh. Mati gaya gak bisa ngomong yang lain.
Kalo aku jadi korban yang ditanya2in, pura2 budeg aja deh mbak Ai, nanti kan mereka ulang2 tuh pertanyaannya, sampe bosen 😆
Aku pengen nyoba jawab ngasal-ngasal. Penasaran pengen lihat reaksi mereka. Semoga berani 🙂
Well said, Tje!👍😀 Nice post!
thank you!
Emang gak sopan kadang orang Indonesia kalo dalam hal bertanya. Dan ternyata nih, makin tua biasanya nanya ke yang muda makin kurang ajar, mungkin karena ngerasa yang muda juga gak bakal bisa protes kali ya :(.
Kepo & judgemental, kadang lupa kalo dirinya juga gak sempurna. Kenyang deh di kepoin kapan punya anak, udah 4 tahun kosong soalnya 😀
Wah menarik, ada pattern yang beda-beda ya; Fe di atas biasanya sama orang yang gak dikenal, sementara ada juga yang orang tua.
Sering juga ditanyain “suaminya anunya gede ya?” Kalau pas lg nganggur dan mood baik, biasanya tak jawab “nanti kalau saya jawab, saya tanya anunya suaminya mbak juga ya” atau kalau gak “bisa dibilang gede itu ukurannya yg seberapa ya?” Sambil muka serius, enggak jutek dan tampilin sikap kita gak terganggu dg pertanyaan itu. Kepuasan deh kalau mereka ujung2nya cuma nyengir dan ngeloyor 😀 Salam kenal mba, daku pembaca rajin blog ini (walau silent reader hehe)
Nice post Tjetje..
#belajar bikin pertanyaan cerdas ajah!
Bahas cuaca aja :p
ralat mbak itu bukan orang asia yg less creative, mungkin maxudnya org indonesia kali ya? 🙂
orang asia dari china jepang korea creative2 loh mbak….di USA asians yg nguasain bisnis technology dan properti termasuk kulinari. entertainment jg uda mulai merambah dari depan layar kalau belakang layar byk banget asiansnya.
kalau org indo emg ga ada gaungnya di US. sorry to say.
Saya quoting dari buku, jadi saya gak akan dan gak bisa bilang bahwa orang Indonesia yang less creative. Dalam buku itu yang dilihat adalah cara pikir dan sistem pendidikan kita yang berbeda. Asia cenderung dijejali dengan hapalan, sementara di Barat mereka diberi ruang untuk bebas berpikir tanpa perlu menghapal banyak.
Kalau Indonesia tidak bergaung di US, saya rasa karena orang Indonesia tidak terlalu mempunyai kecenderungan tinggi untuk bermigrasi, dibandingkan dengan orang India atau orang China. Jika berminat membaca bukunya, silahkan dibaca disini.
bukunya kurang reflect asian society di USA, mungkin tepatnya di asia ya, bukan asians yg hidup di negara barat. salah satu alasan kenapa saya bilang begitu karena asians di sini statusnya model minority. ras paling berhasil dari segala aspek termasuk pendidikan. statusnya makin kokoh dengan priscilla yg nikah dengan zuckerberg. orang indonesia banyak migrant koq tapi kalau dicompare dg populasi india dan china yg billions vs indonesia pasti kalah. Btw Philadelphia itu nama lainnya kampung indonesia saking banyaknya org indonesia migrasi ke sana. imigrant india tuh tipenya kalau satu dapat visa, sak RT bakalan di boyong, satu masuk perusahaan bonafit, sak RT bakalan di lolosin masuk perusahaan itu. beda sama orang indo, coba liat yg udah berhasil malah pada ngumpet ga mao di kontak, ga pengen bawa satu RT hidup di luar/berhasil spt org india dan china. itu salah satu alasan juga kenapa byk bgt immigrant india dan china di mana2.
Bukunya memang ga fokus pada Asian society di USA mbak, tapi lebih ke sistem pendidikan yang berbeda dan outputnya. Orang Indonesia menurut saya masih kuat dengan budaya makan ga makan asal kumpul. Beberapa yang saya tahu juga pulang kembali ke Indonesia karena dipanggil orang tua untuk kawin dan diminta kerja di Indonesia aja supaya deket dengan orang tua yang sudah tua.
btw tambahin dikit ya, asians di negara barat (ga cuma USA) juga model minority loh…di german di belanda, aus, dsb asians itu masuk model minority. jadi balik ke “why asians are less creative than westerners” ini terlalu general dan cuma apply ke region asia aja yg sistem pendidikannya masih sistem timur dan ga semaju di barat, tapi ga masuk ke asians yang hidup dan tumbuh di negara2 barat. and i don’t believe Japanese are less creative deh, terlalu general kalau semua asians di cap less creative.
tapi balik soal KEPO, hehe juaranya deh kebanyakan asia…..
Pingback: Tentang Keperawanan | Ailtje Ni Dhiomasaigh